Baja yang sudah ada sejak Perang Dunia I. D2. Toolsteel semi-stainless yang populer dipakai untuk mata potong, dan diproduksi ulang dengan penamaan berbeda-beda oleh banyak pabrik baja. Jepang bikin Hitachi SLD dan SKD11, Jerman bikin 1.2379, dan lain-lain. Pun banyak supersteel yang dibangun dari komposisi dasar D2, seperti Cruwear, Elmax, dan lain-lain. Bahkan dibuat pula varian supersteel dari D2 itu sendiri: CPM-D2, D2 dengan proses powder metallurgy, dan PSF27, D2 dengan proses spray forming.
Apa artinya semi-stainless? Pada sebuah batasan antara ‘carbon steel’ dengan ‘stainless steel’, kita memiliki patokan kandungan Chromium pada angka 12%. Dibawah 12% baja tidak memiliki properti ‘stainless’ sementara diatas 12%, baja memiliki properti ‘stainless’. D2 memiliki kandungan chromium pada angka 12% pas, membuatnya ‘semi-stainless’. Alias, tidak terlalu stainless, namun juga tidak mudah berkarat seperti carbon steel pada umumnya.
Meskipun sudah dikenal sejak era perang dunia I, D2 sendiri baru mulai digunakan di pisau pada tahun 1960an. Dan puncaknya pada tahun 1990an dimana banyak knifemaker mulai mempopulerkan D2, sebagai alternatif 440C, dengan properti edge retention D2 yang lebih tinggi (lebih awet tajamnya D2). Salah satu knifemaker yang terkenal karena racikan pisau dengan bahan D2 nya adalah Bob Dozier.
Saya pribadi punya perasaan campur aduk dengan D2. Pada production piece seperti Enzo Camper dan Birk, Two Sun Garuda, Ka-bar Dozier D2 (yang saya lupa modelnya karena dah lama banget), D2 betul-betul menyenangkan untuk digunakan dan maintenance mudah. Di satu sisi D2 memiliki kecenderungan untuk chipping memang, karena kerasnya (saya merasa D2 optimal di Hrc 60-62) dan mikrostruktur D2 sendiri- dimana chromiumnya terikat membentuk karbida besar -akibatnya memiliki mata potong yang agresif dan keras, dengan minusnya mudah tumpul karena getas di mikrostruktur tersebut tadi.
Dan, pada custom piece, yang mana nyaris semua dari maker lokal kita, hasilnya sangat bervariasi. Setidaknya ada 4-5 bilah milik saya dari 2 knifemaker lokal kita yang saya bisa bilang memiliki heat treat yang pas. Tidak pernah saya bandingkan langsung, namun saya rasa sebagus heat treat D2 pada Enzo Camper saya. Lain itu, ada mungkin 10+ bilah dari banyak knifemaker Indo yang lain, antara overharden, tapi kebanyakan underharden. Dari diskusi dari teman-teman sesama penghobi, hal ini karena pada saat itu tungku pembakaran yang mampu hit suhu tinggi dan stabil masih sedikit dan tidak terjangkau di kalangan maker kita. Jadi proses HT D2 menggunakan blowtorch, dan suhu dari blowtorch tidak dapat dihitung/kalibrasi. HT berdasar feeling. 3-4 tahun terakhir, saya sudah tidak pernah pesan pisau bahan D2 lagi, karena kebutuhan saya sudah berubah. Kecuali untuk pisau hunting/skinning untuk gift, karena menurut saya D2 performa sangat baik untuk skinning rusa contohnya.
Mengasah D2 sendiri, tidak terlalu menyenangkan. Karena Hrc tinggi, D2 prefer diamond stones. Amplas bisa kok, hanya lebih lama. Natural stone? Lebih lama lagi. Kalau pakai asahan dari diamond, ya mudah banget. Namun karena ini pula, edge retentionnya D2 yang properly heat treated juara.
Pada D2 yang konvensional, chromiumnya membentuk karbida yang besar-besar. Jadi, biarpun bisa diasah sampai hair splitting sharpness, karbida pada apex nya akan cepat ‘hilang’, nyangkut di material yang dipotong. Menghasilkan mata potong yang ‘jagged‘ alias microserrated yang bertahan cukup lama. Dan ini sesuatu yang saya sukai, karena tajam nya agresif, pada saat awal-awal saya mengkoleksi pisau ‘premium’ ini, saya banyak memotong tali, karung, dan kardus, sehingga microserration itu berpengaruh besar sekali pada kecepatan kerja saya. Sementara, pada CPM-D2 atau PSF27, karena proses powder metallurgy dan spray forming ini, grain di baja menjadi lebih kecil dan homogen, performa D2 khusus nya di edge retention yang hair splitting sharpnya jauh lebih baik. Dan ketika karbida di edge terkikis, microserration pada working edge nya jauh lebih homogen/rata.
Apakah ngefek sebetulnya edge retention dari proses CPM dan PSF ini? Seperti jargon “it’s a knives’ thing, you wouldn’t understand”… Karena saya senang dengan microserration pada bilah kerja saya, proses powder metallurgy di baja D2 ini sesuai dengan kebutuhan saya pada pisau kerja. Sementara PSF27, dia nyaris berperilaku seperti S30V atau mungkin Elmax di bidang edge retention. Halus. Tidak ada yang salah juga dengan die processed/ingot D2, cuma kalau punya uang lebih dan demen D2 kenapa tidak beli, versi premiumnya D2.
Belakangan, 5 tahun terakhir saya sendiri melihat kita kebanjiran pisau dengan bahan D2. Mayoritas dari China. Civivi dan Twosun mungkin brand yang langsung terpintas di benak saya. Kenapa mereka menawarkan bahan D2? Opini saya ada di mayoritas pembeli produk tersebut yang prefer pisau ‘stainless’ dengan edge retention yang berperforma tinggi. 440C, 14C28N, 8Cr13MoV, AUS-8… tidak ada yang salah dengan stainless tersebut, tapi kalau edge retention mau diadu, bodo-bodoan D2 akan jadi juara. Plus, D2 sudah ada hampir 1 abad, semua pabrikan baja punya produknya, dan harganya murah.
Permasalahannya akan timbul disaat para ‘pembeli baru’ (jangan bilang nubi, diforum banyak yang ngaku nubi tapi ternyata suhu) bingung ngasah pisaunya. Batu ungkalnya nggak mempan. Syukurnya sekarang sudah ada banyak jasa asah profesional + knifemaker favorit anda juga menerima jasa pengasahan pisau. Mek yo iku masa hobi koleksi pisau, kaga bisa ngasah…. Hobi mobil tapi ga bisa ndandani mobil sendiri.
Sekedar penutup, D2 ini semi stainless, bisa bernoda/patina kalau kena oksidasi, meski perawatan mudah. Bersihkan, lap kering setiap selesai dipakai, nggak akan parah-parah amat juga patinanya. D2 dengan HT yang pas, dengan target 60-62 Hrc, akan ideal untuk hampir semua kebutuhan mengiris, dan tidak disarankan untuk menetak/batoning/chopping karena toughness nya relatif rendah — biarpun Enzo D2 saya bisa survive, saya masih beranggapan itu abuse, karena peruntukan baja ini bukan untuk itu. Rust resistance: saya tinggal sebelahan sama laut, gak ada masalah. Minyak mineral gak mahal, kalau pisau kecelup air laut/dipakai bersihkan ikan, tinggal bilas air tawar selesai kok…
Sumber: knifesteelnerds.com; cliffstamp.com